DIAN FERDINAN T (RRA1C114005)
Reaksi SN1
Reaksi SN1 adalah sebuah reaksi subtitusi dalam kimia organik.
SN1 adalah singkatan dari substansi nukleofil dan
"1" memiliki arti bahwa tahap penetapan laju reaksi
ini adalah reaksi molekul tunggal. Reaksi ini melibatkan sebuah zat antara karbokation dan
umumnya terjadi pada reaksi alkil halida sekunder
ataupun tersier, atau dalam keadaan asam yang kuat, alkohol sekunder dan tersier. Dengan alkil halida primer, reaksi alternatif SN2 terjadi.
Dalam kimia anorganik, SN1 dirujuk
sebagai mekanisme disosiatif. mekanisme reaksi ini
pertama kali diajukan oleh Christopher Ingold, dkk.
pada tahun 1940.
Mekanisme reaksi
Reaksi SN1 antara
molekul A dan nukleofil B memiliki tiga tahapan:
1. Pembentukan
sebuah karbokation dari A dengan
pemisahan gugus lepas dari
karbon; tahap ini berjalan dengan lambat dan reversibel.
2. Seranagan nukleofilik: B bereaksi dengan A. Jika nukleofil tersebut adalah
molekul netral (contoh: pelarut), tahap ketiga diperlukan agar reaksi ini
selesai. Jika pelarutnya adalah air, maka zat antaranya adalah ion oksonium.
3. Deprotonasi:
Penyingkiran proton pada nukleofil yang terprotonasi oleh ion
ataupun molekul di sekitar.
Kinetika
Berbeda
dengan reaksi SN2, reaksi SN1
berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi protonasi atau deprotonasi). Tahap penetapan laju reaksi
ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju reaksi dari keseluruhan reaksi
secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan
tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak
menjadi faktor kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung
pada konsentarsi pereaksi.
Laju reaksi = k [pereaksi]
Ruang lingkup reaksi
Mekanisme
reaksi SN1 cenderung mendominasi
ketika atom karbon pusat dikelilingi oleh gugus-gugus yang meruab karena
gugus-gugus tersebut menyebabkan rintangan sterik untuk
terjadinya reaksi SN2. Selain itu, substituen
yang meruab pada karbon pusat juga meningkatkan laju pembentukan karbokation
oleh karena terjadinya pelepasan terikan sterik yang
terjadi. Karbokation yang terbentuk juga distabilkan oleh stabilisasi induktif dan hiperkonjungsi yang
berasal dari gugus alkil yang melekat pada karbon. Postulad Hammond-Leffler mensugestikan
bahwa hal ini juga akan meningkatkan laju pembentukan karbokation. Oleh karena
itu, mekanisme reaksi SN1
mendominasi pada reaksi di pusat alkil tersier dan
juga terlihat pada reaksi di pusat alkil sekunder dengan
keberadaan nukleofil lemah.
Reaksi samping
Dua
jenis reaksi samping yang umumnya terjadi adalah reaksi eliminasi dan penata ulang karbokation.
Jika reaksi ini dilakukan dalam keadaan hangat atau panas (yang mana
meningkatkan entropi), Reaksi eliminasi E1 akan
mendominasi, mengakibatkan pembentukan alkena. Bahkan
jika reaksi dilakukan dalam temperatur yang rendah, alkena dalam jumlah kecil
juga bisa terbentuk. Usaha untuk melakukan reaksi SN1 dengan
menggunakan nukleofil kuat yang bersifat basa seperti ionhidroksida atau metoksida juga akan
mengakibatkan terbentuknya alkena via reaksi eliminasi E2,
terlebih lagi apabila reaksi ini dipanaskan. Selain itu, jika zat antara
karbokation dapat ditata ulang menjadi karbokation yang lebih stabil, ia akan
memberikan hasil reaksi yang berasal dari karbokation yang lebih stabil
daripada hasil reaksi substitusi sederhana.
Efek pelarut
Oleh
karena reaksi SN1 melibatkan pembentukan
zat antara karbokation yang tidak stabil pada tahap penetapan laju reaksi,
segala sesuatu yang dapat memfasilitasinya akan meningkatkan laju reaksi.
Pelarut yang biasa digunakan biasanya bersifat polar (untuk
menstabilisasikan zat antara secara umum) dan protik (untuk
melarutkan gugus lepas secara khususnya). Pelarut polar protik meliputi air dan
alkohol, yang juga dapat bertindak sebagai nukleofil.
Skala Y menghubungkan laju reaksi solvolisis dari
pelarut (k) dengan pelarut standar (80%
v/v etanol/air) (k0) melalui persamaan
dengan m sebagai tetapan pereaksi
(m = 1 untuk tert-butil klorida) dan Y sebagai parameter pelarut. Sebagai contoh 100%
etanol memberikan nilai Y = - 2,3 dan 50% etanol dalam air memberikan nilai Y =
+1,65.
PERBEDAAN MEKANISME REAKSI SN1, SN2, E1, E2
Perbedaan mekanisme reaksi SN2, SN1, E1 dan E2. Reaksi substitusi alkil
halida dengan nukleofil dapat terjadi oleh suatu jalur SN1 atau jalur SN2.
Metil halida, alkil halida primer dan sekunder terutama bereaksi dengan jalur
SN2. Laju reaksi SN2 meningkat dengan bertambahnya nukleofilisitas spesies
penyerang. Nukleofil yang lazim baiknya adalah -OH, -OR, dan -CN.
Rintangan yang meningkat di sekitar karbon yang terhalogenasi mengurangi laju reaksi SN2. Alkil halida tersier terlalu terintangi untuk menjalani reaksi dengan jalur SN2, namun dapat menjalani reaksi dngan jalur SN1 (lewat karbokation antara) dengan suatu nukleofil seperti H2O atau ROH. Metil halida dan alkil halida primer sama sekali tidak mengalami reaksi SN1; alkil halida sekunder bereaksi lambat dengan jalur ini.
Inilah ringkasan perbedaan reaksi SN2, SN1, E1 dan E2. Untuk memudahkan dalam mengingat, urutkan pola belajar mekanisme dari SN2, SN1, E1 dan E2.
Mekanisme reaksi SN2
Mekanisme reaksi SN2 hanya terjadi pada alkil halida primer
dan sekunder. Nukleofil yang menyerang adalah jenis nukleofil kuat seperti -OH, -CN, CH3O-.
Serangan dilakukan dari belakang. Untuk lebih jelas, perhatikan contoh reaksi
mekanisme SN2 bromoetana dengan ion hidroksida berikut ini.
Mekanisme reaksi SN1
Mekanisme reaksi SN1 hanya terjadi pada alkil halida tersier. Nukleofil yang dapat
menyerang adalah nukleofil basa sangat lemah seperti H2O, CH3CH2OH
Terdiri dari 3 tahap reaksi. Sebagai contoh adalah reaksi antara t-butil bromida dengan air.
Terdiri dari 3 tahap reaksi. Sebagai contoh adalah reaksi antara t-butil bromida dengan air.
Tahap 1.
Tahap 2.
Tahap 3.
Mekanisme reaksi E1
Mekanisme reaksi E1 merupakan alternatif dari mekanisme reaksi SN1.
Karbokation dapat memberikan sebuah proton kepada suatu basa dalam reaksi
eliminasi.
Mekanisme reaksi E1 terdiri dari dua tahap. Perhatikan contoh berikut ini.
Tahap 1.
Tahap 1 reaksi E1 berjalan lambat.
Mekanisme reaksi E1 terdiri dari dua tahap. Perhatikan contoh berikut ini.
Tahap 1.
Tahap 1 reaksi E1 berjalan lambat.
Tahap 2.
Tahap 2 reaksi E1 berjalan cepat.
Mekanisme reaksi E2
Reaksi E2 menggunakan basa kuat seperti -OH, -OR, dan juga membutuhkan kalor. Dengan memanaskan alkil halida dalam KOH,
CH3CH2ONa.
Saya akan mencoba menjawab pertanyaan ke 1
BalasHapusreaksi SN1 berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi protonasi atau deprotonasi). Tahap penetapan laju reaksi ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju reaksi dari keseluruhan reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak menjadi faktor kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung pada konsentarsi pereaksi.
Saya akan mencoba menjawab pertanyaan ke 1
BalasHapusreaksi SN1 berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi protonasi atau deprotonasi). Tahap penetapan laju reaksi ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju reaksi dari keseluruhan reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak menjadi faktor kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung pada konsentarsi pereaksi.
Menurut saya jawaban dr pertanyaan no 2 yaitu Pelarut yang biasa
BalasHapusdigunakan biasanya bersifat polar protik karena
sifat polar itu sendiri bertujuan untuk menstabilisasikan zat
antara secara umum dan protik untuk
melarutkan gugus lepas secara
khususnya. Pelarut polar protik
meliputi air dan alkohol, yang juga
dapat bertindak sebagai nukleofil.
saya tanya klo karbo kationnya primer... apakah perlu melakukan penataan ulang?jika dalam penataan ulang di dapat karbon kation tersier... dan sn 2 lebih di sukai
BalasHapus