Rabu, 03 Februari 2016

DIAN FERDINAN T (RRA1C114005)



Reaksi SN1





Reaksi SN1 adalah sebuah reaksi subtitusi dalam kimia organik. SN1 adalah singkatan dari substansi nukleofil dan "1" memiliki arti bahwa tahap penetapan laju reaksi ini adalah reaksi molekul tunggal. Reaksi ini melibatkan sebuah zat antara karbokation dan umumnya terjadi pada reaksi alkil halida sekunder ataupun tersier, atau dalam keadaan asam yang kuat, alkohol sekunder dan tersier. Dengan alkil halida primer, reaksi alternatif SN2 terjadi. Dalam kimia anorganik, SN1 dirujuk sebagai mekanisme disosiatif. mekanisme reaksi ini pertama kali diajukan oleh Christopher Ingold, dkk. pada tahun 1940.


Mekanisme reaksi
Reaksi SN1 antara molekul A dan nukleofil B memiliki tiga tahapan:
1.      Pembentukan sebuah karbokation dari A dengan pemisahan gugus lepas dari karbon; tahap ini berjalan dengan lambat dan reversibel.
2.      Seranagan nukleofilikB bereaksi dengan A. Jika nukleofil tersebut adalah molekul netral (contoh: pelarut), tahap ketiga diperlukan agar reaksi ini selesai. Jika pelarutnya adalah air, maka zat antaranya adalah ion oksonium.
3.      Deprotonasi: Penyingkiran proton pada nukleofil yang terprotonasi oleh ion ataupun molekul di sekitar.






Kinetika
Berbeda dengan reaksi SN2, reaksi SN1 berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi protonasi atau deprotonasi). Tahap penetapan laju reaksi ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju reaksi dari keseluruhan reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak menjadi faktor kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung pada konsentarsi pereaksi.
Laju reaksi = k [pereaksi]


Ruang lingkup reaksi
Mekanisme reaksi SN1 cenderung mendominasi ketika atom karbon pusat dikelilingi oleh gugus-gugus yang meruab karena gugus-gugus tersebut menyebabkan rintangan sterik untuk terjadinya reaksi SN2. Selain itu, substituen yang meruab pada karbon pusat juga meningkatkan laju pembentukan karbokation oleh karena terjadinya pelepasan terikan sterik yang terjadi. Karbokation yang terbentuk juga distabilkan oleh stabilisasi induktif dan hiperkonjungsi yang berasal dari gugus alkil yang melekat pada karbon. Postulad Hammond-Leffler mensugestikan bahwa hal ini juga akan meningkatkan laju pembentukan karbokation. Oleh karena itu, mekanisme reaksi SN1 mendominasi pada reaksi di pusat alkil tersier dan juga terlihat pada reaksi di pusat alkil sekunder dengan keberadaan nukleofil lemah.


Reaksi samping
Dua jenis reaksi samping yang umumnya terjadi adalah reaksi eliminasi dan penata ulang karbokation. Jika reaksi ini dilakukan dalam keadaan hangat atau panas (yang mana meningkatkan entropi), Reaksi eliminasi E1 akan mendominasi, mengakibatkan pembentukan alkena. Bahkan jika reaksi dilakukan dalam temperatur yang rendah, alkena dalam jumlah kecil juga bisa terbentuk. Usaha untuk melakukan reaksi SN1 dengan menggunakan nukleofil kuat yang bersifat basa seperti ionhidroksida atau metoksida juga akan mengakibatkan terbentuknya alkena via reaksi eliminasi E2, terlebih lagi apabila reaksi ini dipanaskan. Selain itu, jika zat antara karbokation dapat ditata ulang menjadi karbokation yang lebih stabil, ia akan memberikan hasil reaksi yang berasal dari karbokation yang lebih stabil daripada hasil reaksi substitusi sederhana.


Efek pelarut
Oleh karena reaksi SN1 melibatkan pembentukan zat antara karbokation yang tidak stabil pada tahap penetapan laju reaksi, segala sesuatu yang dapat memfasilitasinya akan meningkatkan laju reaksi. Pelarut yang biasa digunakan biasanya bersifat polar (untuk menstabilisasikan zat antara secara umum) dan protik (untuk melarutkan gugus lepas secara khususnya). Pelarut polar protik meliputi air dan alkohol, yang juga dapat bertindak sebagai nukleofil.
Skala Y menghubungkan laju reaksi solvolisis dari pelarut (k) dengan pelarut standar (80% v/v etanol/air) (k0) melalui persamaan

dengan m sebagai tetapan pereaksi (m = 1 untuk tert-butil klorida) dan Y sebagai parameter pelarut. Sebagai contoh 100% etanol memberikan nilai Y = - 2,3 dan 50% etanol dalam air memberikan nilai Y = +1,65.





PERBEDAAN MEKANISME REAKSI SN1, SN2, E1, E2


Perbedaan mekanisme reaksi SN2, SN1, E1 dan E2. Reaksi substitusi alkil halida dengan nukleofil dapat terjadi oleh suatu jalur SN1 atau jalur SN2. Metil halida, alkil halida primer dan sekunder terutama bereaksi dengan jalur SN2. Laju reaksi SN2 meningkat dengan bertambahnya nukleofilisitas spesies penyerang. Nukleofil yang lazim baiknya adalah -OH, -OR, dan -CN.


Rintangan yang meningkat di sekitar karbon yang terhalogenasi mengurangi laju reaksi SN2. Alkil halida tersier terlalu terintangi untuk menjalani reaksi dengan jalur SN2, namun dapat menjalani reaksi dngan jalur SN1 (lewat karbokation antara) dengan suatu nukleofil seperti H2O atau ROH. Metil halida dan alkil halida primer sama sekali tidak mengalami reaksi SN1; alkil halida sekunder bereaksi lambat dengan jalur ini.

Inilah ringkasan perbedaan reaksi SN2, SN1, E1 dan E2. Untuk memudahkan dalam mengingat, urutkan pola belajar mekanisme dari SN2, SN1, E1 dan E2.
Mekanisme reaksi SN2
Mekanisme reaksi SN2 hanya terjadi pada alkil halida primer dan sekunder. Nukleofil yang menyerang adalah jenis nukleofil kuat seperti -OH, -CN, CH3O-. Serangan dilakukan dari belakang. Untuk lebih jelas, perhatikan contoh reaksi mekanisme SN2 bromoetana dengan ion hidroksida berikut ini.


Mekanisme reaksi SN1
Mekanisme reaksi SN1 hanya terjadi pada alkil halida tersier. Nukleofil yang dapat menyerang adalah nukleofil basa sangat lemah seperti H2O, CH3CH2OH
Terdiri dari 3 tahap reaksi. Sebagai contoh adalah reaksi antara
 t-butil bromida dengan air.


Tahap 1.



Tahap 2.



Tahap 3.
Mekanisme reaksi E1
Mekanisme reaksi E1 merupakan alternatif dari mekanisme reaksi SN1. Karbokation dapat memberikan sebuah proton kepada suatu basa dalam reaksi eliminasi.
Mekanisme reaksi E1 terdiri dari dua tahap. Perhatikan contoh berikut ini.

Tahap 1.
Tahap 1 reaksi E1 berjalan lambat.

                                   

Tahap 2.

Tahap 2 reaksi E1 berjalan cepat.


Mekanisme reaksi E2
Reaksi E2 menggunakan basa kuat seperti -OH, -OR, dan juga membutuhkan kalor. Dengan memanaskan alkil halida dalam KOH, CH3CH2ONa.





 PERMASALAHAN

1.   Mengapa laju keseluruhan reaksi pada reaksi sn 1hanya bergantung pada konsentarsi pereaksi?

2.   Mengapa pelarut yang biasa di gunakan pada reaksi sn 1 bersifat polar protik ?

4 komentar:

  1. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan ke 1
    reaksi SN1 berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi protonasi atau deprotonasi). Tahap penetapan laju reaksi ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju reaksi dari keseluruhan reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak menjadi faktor kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung pada konsentarsi pereaksi.

    BalasHapus
  2. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan ke 1
    reaksi SN1 berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi protonasi atau deprotonasi). Tahap penetapan laju reaksi ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju reaksi dari keseluruhan reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak menjadi faktor kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung pada konsentarsi pereaksi.

    BalasHapus
  3. Menurut saya jawaban dr pertanyaan no 2 yaitu Pelarut yang biasa
    digunakan biasanya bersifat polar protik karena
    sifat polar itu sendiri bertujuan untuk menstabilisasikan zat
    antara secara umum dan protik untuk
    melarutkan gugus lepas secara
    khususnya. Pelarut polar protik
    meliputi air dan alkohol, yang juga
    dapat bertindak sebagai nukleofil.

    BalasHapus
  4. saya tanya klo karbo kationnya primer... apakah perlu melakukan penataan ulang?jika dalam penataan ulang di dapat karbon kation tersier... dan sn 2 lebih di sukai

    BalasHapus